Dalam sebuah seminar parenting, seorang ibu mencurahkan kegundahan hatinya tentang anaknya yang tidak mau mendengarkan omongannya, apalag...
Dalam sebuah seminar parenting,
seorang ibu mencurahkan
kegundahan hatinya tentang anaknya
yang tidak mau mendengarkan omongannya,
apalagi mematuhi perintahnya.
Narasumber ditanya bagaimana caranya
membuat anak mau mendengarkan kembali dan
menuruti perintah orang tua.
Jawabannya adalah berupa pertanyaan,
“Sudah berapa lama situasi itu terjadi?”
Jawaban
si ibu, “Hmmm.. Udah lama bu...”
Lalu sang narasumber bertanya lagi, “Kirakira
berapa menit lamanya ibu ngobrol dengan
dia setiap harinya?”
Si ibu, “Hmmm... Berapa lamaa yaaa? Bangun
pagi paling ... 10 menit ya...
Bangunin dia, suruh
dia sarapan, lalu malam pulang kantor saya baru
ketemu dia, tanya PR sekolahnya ... Paling nonton
tv bareng sebentar...lalu tidur...”
Narasumber, “Pernahkah ibu ngobrol dengan
dia lebih dari 10 menit?”
Ibu, “Hmmmmm..... Saya
gak pernah ngukur waktunya ... Tapi ngobrol
lama paling-paling cuma pas dia minta uang
ekstra ke saya, di luar uang saku rutinnya...”
Narasumber, “Kapan ibu terakhir cerita-cerita
sambil ketawa-ketawa seru bersama dia?”
Ibu, “Hmmmm... Kapaan yaaa....? Lupa
bu....dulu sekali mungkin ya... Ketika dia masih
kelas 4.”
Begitulah, lewat percakapan antara
narasumber dan sang ibu, saya yakin Anda dapat
membayangkan suasana sehari-hari seperti apa
yang terjadi antara ibu dan anak.
Hidup Sepi Dalam Keramaian
Dalam keseharian, kita banyak bertemu
dengan anak-anak seperti ini: anak-anak yang
ditinggal kedua orang tuanya pergi bekerja,
namun orang tuanya menuntut prestasi
akademis demi masuk sekolah atau universitas
bagus (dan kebanggaan orang tua?).
Mereka hidup sepi dalam keramaian, jika
menghadapi kesulitan tak ada waktu cukup
untuk curhat, dan tidak percaya orang tuanya
bisa menolong, jangan-jangan nanti justru kena marah.
Anak-anak ini lebih terampil
berkomunikasi, berekspresi dan bergaul di sosmed,
dengan resiko menghadapi bullying di internet.
Mark Kastelman, seorang psikolog di Amerika
Serikat yang meneliti tentang kecanduan
pornografi, menyebut anak-anak seperti itu
sebagai anak-anak yang mengalami BLAST: Boring,
Lonely, Angry, Stress dan Tired.
Menurut Mark, anak-anak BLAST beresiko
menghilangkan kesuntukannya dengan mengakses
pornografi, sehingga dirinya akan mengalami
kesenangan.
Kembali ke cerita ibu tadi, mudah-mudahan
anaknya belum sampai mengalami BLAST, dan
mudah-mudahan niat dan tekadnya kuat untuk
memperbaiki komunikasi dengan sang anak.
Langkah perbaikan yang bisa ia lakukan
sederhana saja:
1. Sang ibu harus lebih banyak meluangkan waktu bicara dengan anaknya. Jika di pagi hari sulit ditambah, pada malam hari dan akhir pekan waktu ngobrol bisa diperpanjang.
2. Pesan yang dipertukarkan sebaiknya diperluas, bukan hanya soal-soal penting bagi orang tua, tapi juga hal-hal lain yang penting bagi si anak termasuk soal pergaulan, gadget, serta kegundahannya. Dalam percakapan, cek apa yang ia rasakan dan pikirkan tentang sesuatu, dan apa yang
1. Sang ibu harus lebih banyak meluangkan waktu bicara dengan anaknya. Jika di pagi hari sulit ditambah, pada malam hari dan akhir pekan waktu ngobrol bisa diperpanjang.
2. Pesan yang dipertukarkan sebaiknya diperluas, bukan hanya soal-soal penting bagi orang tua, tapi juga hal-hal lain yang penting bagi si anak termasuk soal pergaulan, gadget, serta kegundahannya. Dalam percakapan, cek apa yang ia rasakan dan pikirkan tentang sesuatu, dan apa yang
hendak ia lakukan selanjutnya.
3. Obrolan dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk, termasuk bercerita dan berdiskusi.
4. Di luar 3 masalah di atas, ini yang penting:
Sebelum membuka mulut, buka dulu mata
dan hati untuk menangkap perasaan anak.
Baca dulu perasaan yang tergambar dari
ekspresi mukanya atau bahasa tubuhnya, dan
terima dulu apapun perasaannya. Jika ia
tampak gundah, bilang ke dia “Kamu sedang
gelisah ya nak?”
Jika orang tua dan anak tidak terbiasa
ngobrol enak, mungkin anak tidak bereaksi
seperti yang orang tua harapkan. Dia
mungkin saja menanggapi dengan dingin,
cuek atau bahkan bilang, “Apa sih ibu tanyatanya
kayak gitu.”
Sabar dan tenang, tidak perlu baper atau
bahkan memarahinya. Stay cool, keep calm.
Ingat-ingat saja, kapan terakhir kali Anda
menyapa perasaannya. Kalau sudah lama
tidak, apa yang bisa kita harapkan?
Di waktu lain, lakukan lagi dan lagi sampai
anak merasa bahwa orang tuanya sekarang
menaruh perhatian lebih besar.
5. Berdoa agar hubungan hati antara orang tua
dan anak kembali terjalin, Allah jaga lisan kita
agar anak mau mendengarkan kita, dan Allah
gerakkan hati anak agar mau bicara dari hati
ke hati dengan kita. Amiiin.
Sumber Majalah Yatim Mandiri