Ribuan peserta mengikuti Lomba Inovasi Pembelajaran Tingkat Nasional 2017. Beberapa kategori yang bisa dipilih dalam lomba tersebut adalah ...
Ribuan peserta mengikuti Lomba Inovasi Pembelajaran Tingkat Nasional 2017. Beberapa kategori yang bisa dipilih dalam lomba tersebut adalah ilmu pengetahuan sosial (IPS), pendidikan kewarganegaraan (PKn), bahasa (IPS PB), matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA), serta seni, olahraga, budaya, dan agama.
Namun, Imam Turmudi memilih kategori IPS PB. Sebab, kategori itu sesuai dengan pria kelahiran Ponorogo tersebut.
Proses seleksi lomba itu dimulai Maret hingga April lalu. Pada tahap pertama, dia harus mengirimkan dokumen administrasi.
Setelah itu Imam diharuskan membuat naskah mengenai inovasi pembelajaran yang akan diikutkan lomba. Pada tahap tersebut, tentu dia harus bersaing dengan guru-guru se-Indonesia beserta ribuan inovasi yang ditawarkan kepada panitia lomba.
”Awalnya pesimistis karena waktu untuk menyelesaikan naskahnya cukup mepet,” kata Imam yang menjadi guru di SDN 1 Masaran, Bendungan, Trenggalek.
Dua hari sebelum deadline mengumpulkan naskah tersebut bukanlah waktu yang lama. Imam mengaku hanya beruntung menggunakan media Microsoft PowerPoint untuk kegiatan belajar-mengajar (KBM) yang sudah diterapkannya selama ini.
Dengan demikian, Imam tidak perlu lagi mencari bahan atau menyusun kerangka naskah yang akan dilombakan. Benar saja, sekitar Juli diumumkan, dia termasuk dalam 300 peserta yang lolos untuk mengikuti proses seleksi berikutnya.
Jumlah tersebut merupakan total dari empat kategori yang dilombakan. Jika dipersempit lagi di bidangnya, hanya terdapat 34 peserta. ”Setelah naskah terpilih, kami menjalani workshop terlebih dahulu untuk mematangkan inovasi yang ditawarkan itu,” jelas Imam.
Mantan guru SDN 1 Tangkil, Panggul, tersebut menjelaskan, naskah inovasi pembelajaran yang digarapnya menggunakan judul ”Belajar Bareng Yakso”.
Metode pembelajaran yang digunakan sejenis edukasi melalui sarana PowerPoint.
Menurut Imam, PowerPoint bukan aplikasi yang sulit dijalankan para guru. Sebaliknya, aplikasi tersebut sudah sangat familier di lingkungan tenaga pendidik. Hanya, ujar Imam, sarana itu kurang maksimal dalam pemanfaatannya atau dengan kata lain jarang digunakan dalam KBM. ”Itu mungkin menjadi salah satu poin sehingga naskah kami masuk nominasi dan juara kedua,” ucapnya.
Imam menambahkan, tantangan dalam menyusun naskah itu bukan hanya waktu yang mepet. Dia juga dituntut bisa memosisikan diri sebagai seorang kepala keluarga sepulang dari sekolah.
Ya, sesudah menjalani rutinitas di sekolah, ada seorang anak yang sangat membutuhkan perhatian seorang ayah sehingga tak mungkin dirinya menghadap komputer dan menyelesaikan naskah.
Karena itu, waktu Imam untuk mengurusi inovasi pembelajaran tersebut adalah saat malam, tepatnya mendekati tengah malam, setelah buah hatinya tidur. Tak jarang dia pun harus menunggui hingga ikut tertidur. ”Biasanya tengah malam hingga pagi baru bisa mengerjakan karena nunggu anak tidur,” ucapnya.
Sumber: JawaPos 28 Desember 2017